Senin, 22 Agustus 2011

MENGARUNGI BADAI DENGAN IMAN

Perjalanan hidup manusia sering di gambarkan sebagai sebuah bahtera atau perahu di tengah lautan. Kadang tenang, kadang bergelora, sesaat di hembus angin sepoi-sepoi, kemudian dihantam badai. Jika sedang menghadapi masalah, kita katakan badai sedang mengamuk dalam hidup kita.

Kalau penulis gambarkan 2 garis perjalanan hidup, manakah yang saudara inginkan? Pertama: masa kecil bahagia, masih muda kaya raya, sampai tua pesta pora, waktu mati masuk sorga. Yang kedua: masa kecil kurang beruntung, waktu muda putus cinta, sudah tua hidup merana, waktu mati masuk neraka. Dengan segera kita semua tentu memilih yang pertama. Mungkin ada juga yang bilang, garis pertama itu too good to be true; penulis sih tidak apa-apa mengalami bagian awal dari yang kedua asal ujung-ujungnya masuk kesurga. Kenyataan yang sering kita hadapi dalam hidup ini adalah berubah-ubah, dari yang senang, sulit, sepi, menyakitkan, terhibur, mengkawatirkan, menakutkan, menguatkan, meyakinkan...... begitu seterusnya. Barangkali ada di antara kita pernah bertanya mengapa semua harus terjadi, mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi padaku?

Baru-baru ini penulis bertemu dengan teman lama, waktu mahasiswa kami sama-sama melayani Tuhan. Dia menceritakan saat ini sedang menghadapi tantangan perubahan di kantor dengan orang-orang baru yang tidak bersahabat dan bermaksud menyingkirkan dia. Ada satu hal yang menyentuh hati saya waktu dia mengatakan “saya tidak mengerti mengapa harus menghadapi situasi ini di tempat dimana saya sudah bekerja sejak baru lulus sekolah?. Lalu lanjutnya” Hanya saya ingin tahu apa yang Tuhan rencanakan buat saya dengan kejadian ini, supaya saya bisa naik kelas.

Murid sekolah menjalani UUB (Ulangan Umum Bersama) setiap tahun. Yang kita tahu, setelah UUB tersebut, mereka akan naik kelas bagi yang berhasil atau tinggal kelas jika tidal berhasil. Teman penulis ini menganggap badai yang dialami sebagai sebuah UUB dan dengan keyakinan menantikan hasilnya, bahwa Tuhan hadir di dalamnya.

Demikian kita diingatkan kembali bahwa “Allah turut bekerja dalan segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Roma 8:28). Rupanya badai dalam kehidupan kita adalah salah satu cara Tuhan agar Dia dapat memberikan kebaikan bagi kita. Jadi kalau kita menganggap badai itu seperti murid sekolah menghadapi UUB, maka badai itu adalah UUB (Ujung-Ujungnya Baik) bagi kita. Saudara tentu masih ingat bukan ungkapan Badai Pasti Berlalu, maka kita juga yakin setelah badai berlalu dalam episode kehidupan kita, kita akan melihat kebaikan Tuhan yang nyata.

Badai? Siapa Takut!!!!!

Penulis : Stephanus Sugianto Setiawan

NEXT : MENYERAHKAN KEKHAWATIRAN

Senin, 15 Agustus 2011

MEMBERI DENGAN KEMURAHAN HATI

Menerima adalah hal yang amat menyenangkan. Menerima hadiah, oleh-oleh, pujian, ucapan selamat, dll. Semua orang pada umumnya senang apabila menerima sesuatu. Lawan kata menerima adalah memberi. Paulus mengatakan terlebih berbahagia memberi daripada menerima (kis 20:36 b) kok bisa? Bukankah , dengan memberi, milik kita menjadi berkurang?

Tema minggu ini adalah memberi dengan kemurahan hati. Ada banyak motivasi dalam memberi, karena terpaksa, mengharapkan imbalan, ikut-ikutan, tradisi dll. Tentu motivasi yang salah dalam memberi tidak akan memberi kebahagiaan/sukacita seperti yang diungkapkan oleh paulus. Memberi dengan kemurahan hati sesungguhnya berarti bahwa pemberian yang dilakukan akan di landasi oleh rasa belas kasih, ketulusan, kesungguhan untuk memberi, menolong, juga tidak memandang untung rugi, siapa yang akan di bantu.

Beberapa waktu yang lalu tepatnya usai kegiatan pentakosta, umat di tugaskan untuk melakukan satu kegiatan bela rasa yang di lakukan bersama-sama dalam lingkup wilayah. Ada yang mengunjungi panti Bina Grahita Belaian Kasih, Panti Werda, Panti Asuhan Graha Anugrah dll yang ada di tegal alur. Bagi umat yang ikut langsung dalam kegiatan bela rasa tentu akan melihat bagaimana sukacita dan kebahagiaah mereka tatkala mendapatkan perhatian, pemberian yang mungkin jumlahnya tidak banyak, namun sunguh menjadi berkat bagi saudara-saudara kita. Pada saat itulah kita dapat merasakan lebih bahagia memberi daripada menerima.

Hal memberi ini juga tampak dalam injil Matius 14:13-21, yaitu perikop Yesus memberi makan lima ribu orang. Jika memperhatikan teks dalam injil Matius, kisah ini bermula ketika Yesus ingin mencari ketenangan dalam kesendirian. Namun yang terjadi adalah Yesus tidak dapat menikmati kesendirian-Nya karena banyak orang yang mengikut DIA.

Persoalan muncul ketika Yesus menyuruh para muridnya memberi mereka makan. Para murid memberi mereka makan. Para murid kewalahan menindaklanjuti perintah Yesus, William Barclay menyebut ada 3 cara orang memahaminya, pertama, dalam peristiwa ini Yesus benar-benar menggandakan 5 roti dan 2 ikan. Dengan 5 roti dan 2 ikan, Yesus dapat memberi makan 5000 orang laki-laki, bahkan hingga tersisa 12 bakul. Hal ini memang tidak mudah di pahami saat ini. Kedua, seperti pada saat sakramen. Setiap orang mendapat sedikit makanan, namun dapat menguatkan mereka untuk melanjutkan perjalanan dan merasa puas. Ketiga, peristiwa ini menunjukan bahwa ketika orang banyak, atau setiap orang, membawa bekal saat mengikuti Yesus. Akan tetapi mereka enggan untuk mengeluarkan bekal itu untuk di bagikan dan di makan bersama. Ketika Yesus memberkati makanan yang ada di hadapan-Nya, maka semua orang tergerak untuk mengeluarkan bekal yag mereka bawa. Cara pandang ini memahami bahwa peristiwa yang terjadi merupakan mujizat perubahan hati manusia, yaitu memberi dan berbagi.

Terkait tema minggu ini Memberi dengan Kemurahan Hati, kita dapat memperhatikan cara ketiga. Dalam bacaan ini memang tidak di sebutkan orangnya, namun injil Yohanes menuliskan bahwa bekal itu di bawa oleh seorang anak kecil. Memang, bukan siapa yang memberi yang menjadi persoalan, namun yang terutama melalui kisah ini kita belajar bahwa pemberian yang tidak banyak, tetapi bila diberikan dengan hati yang rela dan kemurahan hati, maka itu sungguh menjadi berkat bagi banyak orang. Kisah ini dan pengalaman kegiatan bela rasa yang kita lakukan, kiranya dapat mengingatkan dan mendorong kita senantiasa untuk bersedia memberi dengan kemurahan hati

Oleh : Lieke Handoko Winata

NEXT : MENGARUNGI BADAI DENGAN IMAN

Just Relax

Kebiasaan makan di pesawat

Kebiasaan makan dipesawat terbang …….

Bila selesai makan, garpu dan sendok :

1. disilangkan = penumpang dari Amerika

2. sejajar = penumpang dari benua Eropa

3. Sejajar diluar piring = penumpang dari Jepang

4. hilang = penumpang dari Indonesia

Selasa, 09 Agustus 2011

IMAN BERDASARKAN MUKJIZAT

Yohanes 6:25-40

Sesungguhnya kamu mencari AKU, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang (yoh 6:26)

Jika kita jalan-jalan ke mal, kita bisa dengan mudah menemukan iklan yang berbunyi beli 2, dapet 1 gratis, setiap pembelian kelipatan Rp 100,000 dapat 1 nomor undian jalan-jalan ke London, dst. Iklan-iklan semacam itu membanjiri dunia kita dengan berbagai macam hadiah dan bonus.

Budaya hadiah ini rupanya sudah masuk pula ke dalam kehidupan orang Kristen. Banyak orang mengikut Yesus karena ingin mendapatkan hadiah, seperti sukses dalam bisnis, tidak mengalami sakit penyakit dan penderitaan, dsb. Kita memperlakukan Yesus persis seperti jin dalam cerita aladin untuk memenuhi keinginan-keinginan kita

Ada kisah yang disebutkan bahwa setelah Yesus melakukan mukjizat memberi makan 5000 orang, orang-orang ingin menjadikan-Nya raja (yoh 6:1-18). Namun, Yesus justru menyingkir dan pergi dari mereka. Tindakan ini persis seperti yang Ia lakukan sebelumnya. Ketika ada banyak orang yang percaya kepada Yesus setelah melihat tanda-tanda yang di perbuat-Nya, maka di katakan “Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka (Yoh 2:24)

Yesus menegur keras orang-orang yang mengikuti dia hanya untuk mukjizat saja atau roti, Yesus meminta kita bekerja “untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh 6:27). Mengikuti Yesus bukanlah sesuatu yang kita lakukan untuk mendapatkan mukjizat, melainkan untuk mendapatkan hidup yang sejati.


NEXT : MEMBERI DENGAN KEMURAHAN HATI apa ya maksudnya? baca minggu depan ya

Rabu, 03 Agustus 2011

MARI, IKUTLAH AKU

Matius 4:18-22

Undangan mari, ikut saya adalah sebuah undangan biasanya kita sampaikan terkait dengan hal-hal yang menarik, kalau seorang ayah memanggil anaknya, mari ikut saya, bisa jadi sang ayah ingin menunujukan sepeda baru yang di belinya sebagai hadiah ulang tahun bagi sang anak. Demikian pula ketika seorang anak memanggil ibunya , mari ikut saya, si anak mungkin ingin menunjukan mainan robot yang baru saja di rakitnya.

Tidak demikian halnya dengan undangan yesus, jika kita membaca matius pasal 5-7 yang mengikuti undangan Yesus kepada calon murid-muridnya, kita akan mendapati seperangkat hukum baru yang sangat radikal, jangankan membunuh, marah terhadap saudara kitapun tidak boleh (matius 5:21-22), jangankan berzinah, berangan-angan zinahpun tidak boleh (matius 5:27-28). Bukan mengumpulkan harta di bumi , tetapi di surga (maitus 6:19-20)

Hukum baru yang radikal tersebut memang tidak mudah di praktikan dan bisa menghalangi kita memenuhi undangan Yesus. Namun, yang penting memang bukan terutama apa ada di balik undangan Yesus, melainkan siapa mengundang. Karena yang mengundang adalah Yesus sendiri, maka sudah sepantasnyalah jika kita menjawab undangan tersebut secara positif. Memang ada seperangkat hukum baru di balik undangan Yesus, tetapi jika kita mempercayai Yesus, sang pemberi undangan, kita tidak perlu merasa khawatir untuk menjawab undangan-Nya


Minggu Depan : IMAN BERDASARKAN MUKJIZAT